Mediainfo Sumbawa Satu kenyataan memperihatinkan di
penghujung tahun 2012. Wilayah timur
Indonesia. Tepatnya, di Kabupaten Sumbawa yang merupakan sentra pengembangan
sektor peternakan Nasional, telah terjadi penurunan populasi ternak kerbau yang
di juluki “Mutiara Hitam” hingga ribuan populasi. Beralihnya minat petani untuk
lebih memilih ternak sapi sebagai perioritas untuk dikembangkan, di indikasikan
menjadi salah satu penyebab utama
melemahnya produksi ternak yang selalu berteman dengan lumpur hitam itu
(kerbau-red).
Menurut
data, hasil rekapitulasi sementara populasi ternak, bersumber dari Dinas
Peternakan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Kabupaten Sumbawa. Dari tahun 2011
hingga akhir oktober 2012, terdapat penurunan angka populasi ternak kerbau dari
55.173 ekor menjadi 52.258 ekor.
Lebih menyedihkan lagi, penurunan populasi ini tidak
hanya terjadi satu tahun terakhir ini. Melainkan data itu (rekapitulsi populasi
ternak kerbau Sumbawa) menunjukkan penurunan siknifikan sejak 2006 lalu.
Keseluruhan jumlah penurunan, sebagaimana tertulis dalam printout data seksi
perencanaan dan program, Bidang Program Pengembangan Peternakan (Probangnak) di
Disnakeswan. Kabupaten Sumbawa telah kehilangan 11.950 populasi selama lima
tahun terakhir.Menanggapi kondisi yang cukup merugikan Kabupaten peternakan
ini, Ketua Persatuan Pedagang Hewan Indonesia (PEPEHANI) Cabang Sumbawa,
Ridwan,SP. Mengatakan , berkurangnya
populasi ternak kerbau merupakan satu kewajaran. Menurut Wan, sapaan akrabnya,
seluruh petani peternak di Kab. Sumbawa sudah tentu lebih tertarik
mengembangkan ternak sapi di banding kerbau. Karena selain
pola pengembangan yang lebih mudah, para petani peternak juga tergoda dengan
keuntungan yang lebih menjanjikan, karena populasi sapi jauh lebih cepat cepat
jika dilihat dari waktu reproduksinya,”jadi tidak bisa kita pungkiri, akibatnya
petani peternak cendrung sedikit mengabaikan potensi yang dimiliki ternak
kerbau. Meskipun mereka tidak sadar
bahwa potensi ternak kerbau sebenarnya lebih besar dari sapi.” Ujarnya sembari
tersenyum.
Tidak hanya itu, lanjut
pria yang dikenal ramah dikalangan pengusaha ternak itu.! Terhambatnya kuota
(jumlah pengiriman) ternak kerbau yang dikirim antar kabupaten dan pulau, yang terjadi di
awal-awal tahun 2012 lalu juga merupakan salah satu penyebab penurunan jumlah populasi “Mutiara Hitam” Sumbawa
ini.!! “ Penyetopan kuota untuk Kab. Sumbawa pada April lalu, berakibat fatal.
Pengeluaran ternak kerbau menjadi tidak terkendali. Para pengusaha tidak
bertanggung jawab tak kehabisan akal untuk tetap menjaga agar usahanya tetap
berjalan setiap hari. Dan merekapun akan berusaha mencari jalur yang tidak diketahui pemerintah, untuk
mengeluarkan ternak asal Sumbawa ke luar daerah ataupun ke luar pulau Sumbawa. Dan pemerintahpun kecolongan hingga ratusan ternak, bahkan
ribuan”. Kata Ridwan tegas.
Pemaparan
tentang indakator penyebab penurunan
populasi ternak kerbau oleh pihak pengusaha pedagang hewan kemungkinan besar
benar. Akan tetapi faktor tradisi dan budaya menyangkut tatacara peternak
kerbau sumbawa dalam pola pemeliharaan menjadi hal penting yang harus
dicermati.
Kepala Bidang Probangnak, Ir. H. Ismail, saat ditemui
wartawan majalah ini, di ruangannya beberapa waktu lalu. Mengatakan, berkurang
kubangan/koda atau kuang akibat dari beralihnya fungsi “Lar”(lahan pengembalaan) ternak kerbau
menjadi padang pengembalaan sapi, lahan usaha tambak, dan cetak sawah baru,
sangat mempengaruhi perkembangan populasi kerbau. “kita sama-sama tahu, kerbau
tidak mampu bertahan pada suhu tubuh yang terlalu panas. Maka ketika kubangan
tempat yang biasa dijadikan kerbau untuk bermandikan lumpur, yang digunakan
untuk melindungi diri dari suhu panas semakin berkurang, dan sekarang nyaris
tidak ada, akan sangat berpengaruh bagi kesehatannya. Jika kesehatannya sudah
terganggu, maka kemampuan untuk reproduksi akan semakin lemah. Tentu
memperlambat perkembangannya”. uangkap
Ismail.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !